Selasa, 19 Juli 2016

Bagaimana Cara Mereka Menghancurkan Islam

Beginila Cara Mereka Menghancurkan kita

Beginilah Mereka Menghancurkan Kita,
Lalu bagaimana sikap kita…??! (Mohon Dibaca Sejenak)

Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedangmendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’a Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, “Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.

Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali.

Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.

“Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya.

Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.”

“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”

“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu “dijaga” sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet.

Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?” Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.

Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.

“Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”

“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari’at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”

“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang…”

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

*****

Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam.
Allah berfirman dalam surat At Taubah yang artinya:

“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.”(QS. At Taubah :32).

Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.

Begitulah sikap musuh-musuh Islam. Lalu, bagaimana sikap kita…?

---

Artikel dari salah satu OA di Line. Dan aku tertampar banget. Karena yaa, buat aku ini bener banget. Aku alamin semua banget mungkin nih dari penindasan ini. Semisal Al-Qur'an udah melarang untuk menjadikan orang kafir itu sebagai pemimpin. Tapi aku malah dukung banget orang itu karena kerja dan hasilnya bagus banget. Ya karena aku udah keracunan dan nggak bisa membedakan yang haq dengan yang bathil. Karena hati aku udah teracuni sama pola fikir orang kafir sehingga pemikiran aku jadi cenderung sekuler mungkin yaa padahal syari'at sudah melarang.

Terus aku juga masih suka berfikir, "ngapain sih kamu hijab kalau shalat aja bolong-bolong gitu."
Sejujurnya, sampai sekarang pemikiran itu masih ada di otak aku. Soal teman aku yang kaya gitu. Aku selalu mikir shalat kan ada di rukun Islam. Hijab nggak.
Tapi kemudian, kalau aku berfikiran begitu terus... bisa-bisa nggak ada orang yang berhijab karena orang-orang fokus memperbaiki shalatnya sampai lupa berhijab terus keburu mati. Bisa-bisa laki-laki jadi ikut nambah dosa karena berkawan dengan wanita yang bajunya super minim bikin khilaf terus. Naudzubillah.

Padahal ada banyak hal yang nggak bisa kita benarkan -sekalipun dunia, dengan pandangan fananya membenarkan-.
Yang kita harus lakukan sebagai manusia ya terus menggali ilmunya. Jangan sampai pandangan kita tertutup oleh hal yang bathil karena ketidaktahuan. Kalau nggak tahu, ya kita cari sumbernya dari Al-Qur'an dan Hadits atau bertanya sama yang punya ilmunya. Tanya hukumnya. Jangan sampai mata kita menutup dari kebenaran karena suatu hal yang dinamakan 'kebiasaan'.

Wallahu a'lam bishshawab. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar